CERPEN - REGRET
Allo! This is my fourteenth cerpen
Regret
Benarkah
kata orang jika penyesalan selalu datang belakangan? Jika benar, aku akan
selalu kembali kedepan supaya tidak bertemu dengan penyesalan itu.
Andaikan
hidup ini mempunyai tombol undo, pasti semua orang tak akan pernah bertemu
dengan kata penyesalan, karena mereka dapat kembali ke waktu lalu dan mengulang
semuanya dengan lebih baik. Sayangnya semua itu hanya sebuah khayalan para
penyesal. Seperti aku.
Suara tiupan angin terdengar merdu. Diiringi gesekan deaunan
yang beradu pelan. Perlahan.. senja
pun sirna. Bulan purnama mulai mengintip malu-malu disela awan putih yang
membiru tua. Lampu-lampu jalan mulai bertandas terang, pertanda malam kan datang
bersama sejuta misterinya.
Oh aku sangat
menyukai momen-momen ini. Momen dimana matahari tenggelam dan hari pun menjadi
gelap lalu sirna dalam sekejap. Beriringan dengan itu, aku pun berharap
penyesalan ini akan tenggelam lalu sirna dan semuanya kembali menjadi sedia
kala. Layaknya malam yang berganti dengan pagi yang suci bersama setetes embunnya.
Aku kembali
teringat saat pertama kali aku bertemu denganmu dimalam bulan September lalu.
Tentang bagaimana kau melindungiku dengan membebatkan jaketmu ke tubuhku kala
hujan yang tiba-tiba turun deras waktu itu. Tentang bagaimana kau berusaha
mendekap dan menenangkanku saat suara kesepian mulai merasuki pikiranku. Dan
tentang bagaimana kau yang berusaha membuat lelucon dihadapanku, padahal aku
pun tahu kau tak pernah suka dengan lelucon manapun. Oh, aku hampir lupa dengan
semua itu. Semua yang tak pernah kusadari pernah kumiliki seutuhnya. Dan kini,
setelah aku menyadari.. penyadaran itu takkan berarti lagi. Karena
semuanya telah berbeda, tak dapat kugenggam kembali. And everything has gone.
Dulu, aku pernah mengatakan ini padamu, “Andai saja hidup
ini mempunyai tombol undo. Pasti semua orang, termasuk aku tidak akan kenal
dengan kata penyesalan. Dan mungkin
takkan ada air mata yang jatuh kemuka bumi ini”
Kau pun membalasnya dengan gayamu yang santai tapi mengena.
“Itu mungkin alasan Tuhan menciptakan air mata dan tawa. Ia sengaja tidak
menciptakan tombol undo untuk kehidupan makhluk-Nya. Bayangkan, jika seseorang
selalu dapat mengulang setiap kejadian dengan menekan tombol undo itu, pasti
orang itu akan berlaku sesuka angin. Karena dia selalu berpikiran dia akan dapat kembali dan memperbaikinya.
Dia menjadikan hidup ini menjadi alat permainan yang selalu dicoba-coba.
Padahal Tuhan tidak menginginkan itu. Tuhan menginginkan agar kita selalu
berhati-hati dalam bertindak maupun memutuskan. Karena semuanya akan berkumpul
pada dua titik muara. Yang pertama, kebahagiaan. Dan yang kedua, penyesalan.
Orang-orang yang tidak pernah berpikir dalam bertindak tentu akan bermuara
dititik yang kedua. Dan tentu akan berlaku sebaliknya.”
Aku kembali bertanya, “Tapi apa gunanya Tuhan membuat rasa
penyesalan?”
Kau menjawab, “Tentu supaya kita jengah untuk tidak
melalukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Dengan rasa penyesalan itu
seseorang akan dapat belajar memaknai sesuatu dengan sesungguhnya. Bukankah
begitu?”
Aku tertegun kala itu, mendengar semua jawabanmu. Kini, aku
pun kembali tertegun. Dan menyadari aku telah melakukan kesalahan yang sama,
merasakan penyesalan untuk kedua kalinya. Oh.. mengapa aku tak pernah belajar.
Mengapa aku masih saja melakukan kesalahan yang sama. Apa tak ada lagi rasa jengah dalam diriku. Oh
Tuhan, mengapa..
Tak terasa ini
sudah hampir tengah malam sedangkan aku masih terduduk dikursi panjang ini. Tak
ada hal yang kulakukan, aku hanya menelan kebodohan-kebodohan ini. Dan
menikmati penyesalan yang entah akan berujung kapan. Bulan purnama yang tadi
bersinar cemerlangpun perlahan mulai menenggelamkan diri. Sebelum ia
benar-benar tenggelam, aku sempat membisikkan sesuatu ke telinganya tadi, “Purnama,
tenggelamkanlah penyesalanku ini seirama dengan kau yang akan menenggelamkan
diri. Bawalah sesuka hatimu, purnama. Dan jangan kau tunjukkan padaku lagi.
Kumohon.”
-
Denting jam terus berlalu bersamaan langit yang semakin
menghitam. Semua orang tampaknya sudah tertidur nyenyak dan bermain dengan alam
mimpinya. Berbeda denganku yang semakin larut malah semakin segar, tak ada sama
sekali rasa kantuk yang menyerang.
Perlahan akupun
mulai bosan, pikiranku mulai menjangkau hal-hal lain selain tentang kau. Tapi
usahaku tampaknya nihil, aku tak bisa memikirkan hal lain selain memikirkan
penyesalan ini dan tentang dirimu. Dan sekarang aku malah merinduimu. Rindu
tawamu, rindu senyum manismu, rindu kulit sawo matangmu, rindu leluconmu,
rindu cara berbicaramu, rindu cara kau membelai rambutku and i miss everything
about you.
Ingin menjangkaumu
aku tak bisa, hanya do’a yang mampu mendekap rindu ini dalam pusaran waktu.
-
Aku kembali mengingat pertemuan terakhir kita dimalam bulan
Desember. Aku kembali mengingat senyum hangatmu kala itu. Tawa renyahmu. Wangi
parfummu. Lalu... bunga mawar yang
sedang kugenggam kini.
Kau mengoceh panjang lebar malam itu, tentang pekerjaanmu,
tentang ibumu yang baru saja berulang tahun dan tentang sebagainya. Sedangkan
aku hanya terdiam mendengarkannya. Saat giliran tiba aku berbicara, kau pun
terdiam.
Aku benar-benar
mengutarakan permintaanku padamu malam itu juga. Mungkin kau bingung, kaget
atau malah sedih, aku tak tau pasti. Yang ku tau, raut wajahmu langsung berubah
seketika. Aku memang mengatakan bahwa aku meminta kebebasan ikatan kita padamu,
dan tak dapat ku sangka, kau menyanggupinya. Entah apa yang merasuki pikiranku
saat itu, hingga aku mampu mengatakan semuanya. Semua yang kini benar-benar ku
sesali.
Kau tak berkata
banyak lagi setelah aku mengutarakan semua itu. Kau lebih banyak diam
dan hanya sesekali tersenyum sambil menatap ke arahku. Diakhir pembicaraan
kita, kau memberi setangkai bunga mawar padaku sambil berpesan “Simpanlah mawar
ini baik-baik. Karena ini mungkin mawar terakhir dariku. Selamat musim dingin.”
Dan kau pun pergi dan tak pernah kembali …hingga kini.
Oh Tuhan segitu bodohnya kah aku? Yang dengan lantang
meminta kebebasan darimu, padahal kau telah memberikan segalanya untukku. Oh
Tuhan apakah aku satu-satunya gadis bodoh dimuka bumi ini yang tak pernah
menyadari sungguh beruntungnya dulu aku pernah memilikinya.
-
Andai aku dapat mengulang waktu, aku pasti akan membalikkan
semuanya dan menyudahi pedih ini. Namun jika tidak bisa, aku ingin seperti ini
terus. Duduk terdiam dan mengenangmu sepanjang malam. Walau aku tau, dengan
mengenangmu bukan berarti kau bisa kembali lagi ke sisiku tapi.. setidaknya itu
membuat perasaanku lebih baik.
So this is
me swallowing my pride
Standing in
front of you saying I’m sorry for that night
And I’d go
back to December all the time
It turns out
freedom ain’t nothing but missing you
Wishing that
I realize when I had when you were mine
And I’d go
back to December turn around and make it alright
I’d go back
to December all the time
by Taylor Swift
Komentar
Posting Komentar