ELEGI HIDUP
ELEGI HIDUP
Terkadang
aku berkhayal
Seandainya
hidup ini layaknya kehidupan negeri dongeng
Yang
dunianya selalu dipenuhi canda tawa
Yang
kisahnya selalu diakhiri dengan bahagia
Sayangnya..
Kehidupan
ini ternyata sekeras baja
Setahan
besi
Semiris
karat
Elegi..
mengiringi seperti teman hidup
Yang
menyelusup seperti peluru dalam senapan
Dan
parahnya tak ada yang bisa kita lakukan untuk menyembunyikan elegi
Walau
itu sebuah senyuman
Walau
itu sebuah kepalsuan
Tetapi
kadang, tersenyum palsu lebih baik dari pada menunjukan bahwa aku ringkih
Bahwa
aku rapuh
Tiba-tiba
kata ‘seandainya’ menjadi harapan dalam keterpurukan
Seandainya..
aku memiliki hidup yang sempurna
Seandainya..
aku memiliki senyum yang tulus bahagia
Seandainya..
Seandainya..
Tanpa
sadar kalau kata ‘seandainya’ membuatku mati perlahan
Mungkin
ada saatnya aku lelah untuk tersenyum
Lelah
menyembunyikan elegi
Lelah
berucap seandainya
Lelah
menentang kenyataan
Lelah
hidup
Inginku
lari, terjun, dan mengingkari segalanya
Inginku
apatis dan tak dengar lagi apa kata orang
Tapi
yang kuingin sebenarnya adalah hidup bahagia
Karena
hidup, satunya-satunya keajaiban yang kupunya
Dan
menyia-nyiakannya berarti mati
Kematian
yang belum pasti akan membahagiakan
Terkadang
aku memang tergopoh-gopoh dalam melangkah
Angin
dan badai terkadang membuatku jatuh
Tapi
aku percaya.. tentang akhir yang bahagia..
Hingga
kuteruskan jalan itu
Jatuh
sedikit, bangun lagi
Oleng
sedikit, luruskan lagi
Gagal
sedikit coba lagi
Sampai
kata “seandainya” tak hanya lagi menjadi andaian semata
Sampai
elegi itu berubah menjadi bahagia
Sampai
Tuhan menyuruh malaikatnya untuk menemukan kita
Baru
saat itu
Ya,
saat itu
Aku
berteman dengan kata, bahagia
Dalam kamar, 8 Juli 2016 (Revisi)
Komentar
Posting Komentar