MENJADI PEJUANG PENDIDIKAN: DULU, KINI DAN NANTI

https://bridginggaps.org/wp-content/uploads/2017/09/education-png-0.png
sumber: https://bridginggaps.org/wp-content/uploads/2017/09/education-png-0.png




Nelson Mandela pernah berkata bahwa “Pendidikan adalah senjata terampuh yang dapat kamu gunakan untuk mengubah dunia”, sedangkan Malcolm X mengungkapkan bahwa “tanpa pendidikan, kamu tidak akan pernah bisa pergi kemanapun di dunia ini.” Lantas apa sebenarnya arti pendidikan itu?

Bagi saya, pendidikan adalah kompas kehidupan. Pendidikan dapat menghalaumu dari jalan yang sesat, sekaligus mengantarkanmu ke tempat tujuan secara selamat. Kita bahkan bisa membedakan mana orang yang telah mengenyam pendidikan dan mana yang tidak. Hal ini dikarenakan pendidikan akan tercermin dengan sendirinya dari cara berbicara, cara berjalan, maupun cara berpakaian seseorang. Berangkat dari hal ini, saya memutuskan untuk menjadi pejuang pendidikan dalam keluarga.
Apabila dilihat dari latar belakang, orang tua saya bukan termasuk golongan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Ayah saya hanya menamatkan pendidikan di tingkat SMK, sedangkan ibu saya hanya sampai di tingkat SMP. Namun hal ini yang mendorong saya untuk mengenyam pendidikan di tingkat yang lebih tinggi dibanding mereka. Saya yakin bahwa tekad yang kuat disertai doa dapat menuntun saya untuk mewujudkan cita-cita pendidikan itu, walau kendala terbesar masih menghantui sampai saat ini yakni biaya.
Dulu, orang tua saya dan bahkan saya sendiripun sempat ragu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana, akibat masalah biaya dikarenakan saya memang bukan berasal dari keluarga yang mumpuni. Namun berbekal doa dan semangat, akhirnya orang tua saya meyakinkan diri untuk melanjutkan pendidikan saya. Gagal dipemilihan ukt 1&2 tidak menyurutkan niat saya untuk mencari beasiswa lain. Dari periode ke periode saya mengajukan diri untuk mendaftar jadi penerima beasiswa, hingga akhirnya saya mendapatkan beasiswa PPA.
Hal ini yang kemudian membuat saya tersadar, bahwa dimana tekadmu berada, disitulah jalanmu terbentang. Suatu bangunan bernama Pendidikan tidak mempunyai gerbang tertutup yang diapit satpam bertubuh tinggi dan berkumis tebal. Sebaliknya, suatu bangunan bernama Pendidikan itu mempunyai seribu macam jalan yang bisa kamu pilih untuk dilalui.
Tahun pertama di bangku kuliah sudah saya putuskan untuk bergabung salah satu organisasi kampus, Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJA) departemen Kesejahteraan dan Sosial Masyarakat (Kesma). Membagi waktu antara kuliah dan organisasi ternyata tak semudah yang saya kira. Di awal, saya sering ketinggalan pekerjaan rumah dan tugas kuliah. Namun lama kelamaan, saya bisa menyesuaikan diri dan Alhamdulillah mendapat indeks prestasi 3,84 di semester pertama.
Tergabungnya saya di departemen Kesma, membuat saya mengenali program kerja yang biasa dijalankan oleh departemen tersebut, salah satunya adalah Accounting Goes to Village (AGTV). AGTV adalah sebuah program pengabdian masyarakat berupa pemberian pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu di kampung Lio. Program yang dilaksanakan di sebuah masjid dengan anak-anak berjumlah sekitar 40an, telah menyadarkan saya tentang arti pentingnya berbagi. Di AGTV, saya belajar untuk berbagi ilmu dan juga berbagi tawa. Di tempat ini juga saya tersadar untuk meneruskan tekad saya menjadi pejuang pendidikan.
Di tahun pertama bergabung di AGTV, saya diamanahkan menjadi Koordinator Divisi Pendidikan. Dulu saya cukup prihatin, program yang mempunyai niat baik ini tidak mampu menarik mahasiswa akuntansi tidak lebih dari 30 orang untuk menjadi pengurus. Namun berkat kerjasama tim, di tahun kedua saya bergabung pengurus AGTV sudah mencapai 47 orang. Anak-anak yang terdaftar menjadi murid juga sudah mengalami peningkatan, kini sudah berjumlah 70 orang. Begitupun fasilitas serta buku-buku yang jumlahnya sudah meningkat. Alhamdulillah, program yang dilaksanakan setiap hari sabtu ini mendapat sambutan yang cukup baik dari warga sekitar. Hasil yang cukup membanggakan juga datang dari anak-anak yang mendapat peningkatan prestasi di sekolahnya.  
Dengan AGTV, saya berharap anak-anak Indonesia dapat menjadi insan yang cerdas dan peka terhadap pentingnya pendidikan. Dengan begitu, bangsa kita bisa melangkah jauh di depan negara-negara ASEAN atau negara adidaya seperti Cina dan Amerika. Lebih dari itu, Indonesia mungkin benar-benar dapat mewujudkan visi besarnya di seratus tahun kemerdakaan, yakni “Indonesia Emas 2045”.
Selama ini, saya sudah menjadi pejuang pendidikan untuk diri saya sendiri dengan mendapatkan nilai yang bagus dan indeks prestasi yang baik. Kini, saya ingin menjadi pejuang pendidikan untuk orang lain dengan berbagi ilmu dan juga pengalaman. Karena sesungguhnya ilmu yang bermanfaat bukan ilmu yang hanya disimpan untuk diri sendiri, melainkan ilmu yang dibagi dan diamalkan.
Kegiatan kecil ini mungkin tidak akan terlalu berdampak besar bagi bangsa yang mempunyai penduduk lebih dari 240 juta jiwa, namun kegiatan kecil ini bisa bermakna besar apabila dijalankan dari hati dengan niat baik dan tekad yang besar untuk mendidik anak-anak yang akan meneruskan tonggak kepemimpinan bangsa. 
Saya percaya, satu langkah kecil akan lebih berharga dibanding hanya duduk diam atau tak melakukan apa-apa. Dan menjadi pejuang pendidikan adalah salah satu langkah saya untuk balas budi kepada negara yang telah menjamin kehidupan saya selama dua puluh tahun ini.

Tutut Setyorinie, 7 Oktober 2017.

Komentar

Postingan Populer